
STIT Raden Wijaya, Mojokerto – STIT Raden Wijaya Mojokerto kembali menunjukkan komitmennya sebagai perguruan tinggi yang membumi sekaligus visioner, melalui pembekalan mahasiswa KKN Tahun 2025 yang digelar di Ruang B3 Kampus STIT Raden Wijaya pada 14–15 Juli 2025.
Sebanyak 24 mahasiswa peserta KKN mengikuti pembekalan ini dengan penuh antusias. Mereka akan mengusung tema “Pendidikan Islam Inklusif untuk Penguatan Masyarakat Berkelanjutan” dan melaksanakan pengabdian menggunakan metode ABCD (Asset Based Community Development).
Kegiatan pembekalan menghadirkan dua narasumber berkompeten, Eva Putriya Hasanah, M.Sos. dan Muhammad Taufiqurrahman, M.Pd., yang memberikan materi terkait strategi penerapan metode ABCD, penyusunan program kerja yang efektif, serta mekanisme pelaporan KKN.
Metode ABCD yang diperkenalkan kepada mahasiswa menekankan pentingnya memulai pengabdian dari potensi dan kekuatan yang dimiliki desa, bukan hanya berfokus pada permasalahan. Dengan pendekatan ini, mahasiswa diharapkan mampu merancang program yang solutif, partisipatif, dan memberikan hasil jangka panjang.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) STIT Raden Wijaya, Satria Kamal Akhmad, M. Si. menegaskan bahwa pembekalan ini bukan sekadar persiapan teknis, tetapi bagian dari misi kampus untuk mencetak lulusan yang siap memimpin perubahan sosial. “Kami ingin mahasiswa memahami bahwa KKN adalah panggung pengabdian yang sesungguhnya. Mereka tidak hanya membawa nama pribadi, tetapi juga membawa nama baik kampus, dengan komitmen untuk memberikan kontribusi yang relevan dan berkelanjutan bagi masyarakat,” ujarnya.
Arah pelaksanaan program KKN tahun ini dibagi menjadi program kelompok, program individu, dan program kolaborasi dengan dosen STIT Raden Wijaya. Strategi ini dirancang agar mahasiswa mendapatkan pengalaman lengkap dalam membangun relasi, memimpin program, dan berinovasi di tengah masyarakat.
Melalui pembekalan ini, STIT Raden Wijaya Mojokerto menegaskan perannya sebagai kampus penggerak perubahan yang membekali mahasiswanya dengan keahlian, jiwa kepemimpinan, dan kesadaran sosial. KKN tidak lagi dipandang sekadar kewajiban akademik, melainkan bagian dari perjalanan membentuk generasi pendidik dan pemimpin yang mampu membangun masyarakat secara inklusif dan berkelanjutan. (eva/ska)
